Selasa, 13 Mei 2008

Rektor UHAMKA, Dr. H. Suyatno, M.Pd: Pendidikan Islam Harus Jadi Pilihan, Bukan Alternatif

Tuntutan ilmu sampai ke negeri China, pepatah itu mengajarkan kepada setiap manusia untuk menuntut ilmu tanpa kenal lelah. Namun, belakangan ini orang menjadi lebih suka memilih lembaga pendidikan, khususnya perguruan tinggi yang berada di uar negeri, ketimbang yang berada di tanah air. Apakah ini diakibatkan dari pepatah itu, atau karena minimnya kualitas pendidikan di tanah air. Berikut petikan wawancara eramuslim dengan Rektor Universitas Muhammadiyah Prof. Hamka Dr.H. Suyatno, M.Pd tentang kualitas pendidikan di Indonesia.

Mampukah lulusan lembaga pendidikan Indonesiabersaing dengan lulusan luar negeri?

Kalau bicara masalah pendidikan di Indonesia, mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi, kita masih sama-sama prihatin, kita masih jauh tertinggal dari pendidikan di negera-negara berkembang lainnya. Jadi secara umum kualitas pendidikan di Indonesia masih sangat memprihatinkan. Tapi kalau kita lihat secara khusus mungkin ada perguruan-perguruan, baik pendidikan dasar, menengah, dan perguruan tinggi, yang kualitasnya tidak jauh kalah dari perguruan tinggi asing. Kalau kita general secara umum, memang rata-rata kualitas pendidikan di Indonesia masih sangat rendah. Tapi kalau kita lihat satu-satu ada perguruan tinggi kita yang sudah hebat, sudah bagus, juga tidak kalah kompetisinya dengan perguruan tinggi di luar negeri, baik berbasis Islam maupun non Islam.

Nah bagaimana dengan kualitas lulusan pendidikan berbasis Islam?

Sekarang untuk pendidikan yang berbasis Islam, sering sekali ada mispersepsi, kita siring bangga dengan jumlah yang banyak. Seperti mayoritas penduduk Indonesia, adalah muslim, dari segi kuantitas memang besar, tapi dari segi kualitas pada umumnya pendidikan Islam ini masih tertinggal. Oleh karena itu, ke depan, apakah bicara pendidikan secara umum atau berbasis Islam, seharusnya pendidikan Islam itu harus menjadi pionir, harus menjadi yang terdepan. Karena itu, pendidikan yang berbasis Islam itu bagi bangsa, dan bagi kita merupakan bagian dari perjuangan umat. Itu yang harus terus diperjuangkan.

Kita, di perguruan tinggi yang berbasis Islam ini sedang merancang sebuah program agar bagaimana pendidikan-pendidikan kita itu lebih maju, terutama dalam pendidikan yang berbasis Islam. Oleh karena itu, karena eranya ke depan adalah era kompetisi, daya saing. Mau tidak mau, pendidikan yang berbasis Islam itu harus mampu mengambil bagian itu. Kalau tidak mampu mengambil bagian itu, umat Islam pada umumnya atau pendidikan Islam itu nantinya hanya sebagai penonton, bahkan lama-kelamaan itu pendidikan Islam dengan sendirinya akan habis.

Saya menyadari, kenapa ada sebagian umat Islam, yang tidak mau menyekolahkan putera/puterinya di sekolah Islam, saya menyadari betul. Sebab bagi orang tua atau masyarakat akan memberikan yang terbaik bagi keluarganya dan bagi putera/puterinya, kalau dikatakan memasukan pendidikan yang tidak bermutu walaupun berbasis Islam, mungkin itu tidak menjanjikan bagi masyarakat dan para orang tua, maka bagi kita tidak ada jalan lain, pendidikan Islam harus meningkatkan kualitas yang lebih baik, agar menjadi pilihan, bukan menjadi alternatif. Sekarang itu kan menjadi alternatif, bukan menjadi pilihan, kita ingin menjadi pilihan bukan sekedar alternatif.

Cara meningkatkan kualitas pendidikan Islam agar mampu bersaing dengan pendidikan lainnya?

Caranya harus menyiapkan segala resources yang mendukung itu, bahwa pendidikan itu akan berkualitas apabila didukung dari sumber daya yang baik, yang kompeten di bidangnya, yang kedua juga didukung oleh manajemen yang modern, yang profesional.

Padahal kalau kita bicara manajemen Islam itu kan memenej umatnya lebih bagus, tapi kok kita memenej perguruan tinggi Islam kadang-kadang semaunya saja, tidak boleh begitu lagi. Begitu juga dari infrastruktur, sarana prasarana kita harus mempunyai nilai lebih. Tanpa itu akan sulit. Jadi kita memang harus menyiapkan diri segala aspek, untuk mendukung agar terjadi proses pembelajaran atau pendidikan di sebuah perguruan tinggi yang berbasis Islam.

Apa hambatan utama pendidikan Islam dalam bersaing secara optimal dengan pendidikan di luar negeri?

Mungkin salah satu kendalanya dari faktor budaya. Orang sering mempersepsikan kita membuat sekolah Islam, nanti orang Islam ke situ semua, ternyata tidak. Kita jumlahnya banyak ketika kita membuat pendidikan berbasis Islam akan menjadi rujukan, ternyata tidak. Awalnya mungkin seperti itu, tapi begitu tahun-tahun berikutnya kalau tidak bisa menunjukkan kualitas, itu akan berkurang.

Jadi pertama, segi budaya kita masih sangat kagum, sangat mengandalkan bahwa kita itu besar, itu sebetulnya benar, tapi harus diikuti dengan kerja-kerja yang profesional, sesuai dengan perkembangan bahwa zaman ini kan terus berubah. Yang kedua, salah satu faktor penting dalam mengelola pendidikan Islam adalah manajemen yang berbasis Islam, dan orang tua dan masyarakt harus menyadari bahwa pendidikan itu harus dikelola secara baik harus seimbang antara kebutuhannya.

Apakahkualitas lulusan Uhamka bisa mendekati kualitas seorang Buya Hamka?

Kita ingin arahnya ke sana. Pertama, kita ini kan perguruan tinggi berbasis Islam yang menyandang dua nama besar, yaitu KH. Ahmad Dahlan pendiri organisasi Islam besar Muhammadiyah, dan kedua menyandang nama besar Buya Hamka, sebagai tokoh tidak hanya nasional, tapi juga internasional. Nah dua karakteristik tokoh ini seharusnya mengilhami, harus mewarisi nilai-nilai cita-cita luhur kedua tokoh ini.

Walapun banyak tokoh mengatakan bahwa untuk mencari sosok seperti Ahmad Dahlan dan Buya Hamka zaman sekarang memang sulit. Tapi saya katakan tidak sulit kalau kita mau, walaupun gak utuh.

Buya Hamka itukan tokoh multi dimensi, ya dia seorang ulama, seorang sastrawan, cendikiawan, politikus, orator, novelis, macam-macam deh. Ya paling tidak dari multi dimensi Buya Hamka ini, kita bisa mewarisi salah satunya, sesuai dengan zamannya, karena hidup pada zaman Buya Hamka dengan sekarang kan berbeda, tapi ada yang terwarisi dari sekian nilai yang ada. Begitu juga Ahmad Dahlan tokoh Muhammadiyah, perjuangan Islam.

Kita mencoba di Uhamka ini, memproses mahasiswa yang masuk di sini, paling tidak memiliki enam kemampuan. Kemampuan pertama, sesuai dengan visi misinya kemampuan dalam bidang akidah Islamiyah kita, jadi ini yang diharapkan kalau dia lulus dari sini paling tidak dia itu bisa jadi dai, mantap akidahnya, mantap keIslamannya, itu yang pertama.

Yang kedua lulusan Uhamka harus mampu menguasai sejumlah pengetahuan yang sesuai dengan minat dan bidang bakatnya. Kalau dia masuk di sini memilih pendidikan guru harus mampu menjadi guru yang profesional, guru yang kompeten. Kalau dia guru matematika jadilah guru matematika yang Islami, guru yang muslim yang menguasai bidangnya.

Yang ketiga, dia harus mampu menguasai teknologi informatika dan komunikasi.

Yangkeempat dia harus mampu mengusai bahasa dunia, karena eranya adalah era kompetisi.

Yang kelima dia harus mempunyai yang namanya karakter leadership, Jadi dia mempunyai kemampuan kepemimpinannya. Karena Buya Hamka dan Ahmad Dahan adalah tokoh pemimpin, jadi kita harus mampu menciptakan mahasiswa itu menjadi pemimpin, ya paling tidak pemimpin umat, pemimpin bangsa, dan pemimpin muhammadiyah paling tidak. Pemimpin bangsa bisa saja lahir dari sini, tokoh-tokoh nasional, tokoh-tokoh dunia.

Yang keenam, karena sekarang zaman dituntut kita harus mampu tidak hanya mengandalkan pemerintah dalam hal ini pegawai negeri, kita bekali kemampuan enterpreneur, jadi kalau enam ini dimiliki oleh lulusan Uhamka, ya ibarat lulus dari sini kita sebar saja sudah bisa hidup. Enam kemampuan, ini sejalan dengan rukun Iman kita, jadi paling tidak lulusan UHAMKA ini memiliki enam kompetensi, yang diharapkan bisa berkiprah di tengah masyarakat.

Apakah Anda melihat kualitas mahasiswa di sini sudah bisa mencapai keenamnya?

Mungkin dalam pemantauan saya untuk program studi tertentu, untuk mahasiswa tertentu, dengan target itu dia akan mengarah ke sana. Kalau dia kita didik terus menerus akan mampu menguasai keenam-enamnya. Saya merasa cukup berbangga bahwa mahasiswa Uhamka tidak urakan, saya katakan tekun, kalau satu dua ada yang sedikit malas ya biasalah. Gak mungkin semuanya seragam, saya lihat minat belajar sangat tinggi, jadi hampir kampus tidak pernah kosong, dinamikanya terus hidup, atmosfer akademiknya terus hidup apalagi kita memfasilitasi, kalau mau membuka komputer internet sudah bisa diakses melalui hotspot. Kita sengaja agar mereka dapat melihat dunia luar melalui perkembangan teknologi. Saya kok punya keyakinan, kalau mereka kita arahkan kita didik, kita beri motivasi kok bisa.

Apakah sistem sekolah berstandar internasional akan memunculkan kesenjangan sosial?

Kalau semuanya seperti itu bagus, tapi kalau tidak lama kelamaan orang yang mampu saja yang bisa sekolah bagus. Orang yang tidak mampu, tidak akan bisa sekolah bagus, karena sekolah yang bagus harus nilainya tinggi. Bagaimana bisa mencapai nilai tinggi, kalau di rumah saja belajar tidak ada tempat, kontrakannya sangat sempit, kesehatannya terganggu.

Pendidikan seluruh tanah air itu harus sama dulu, baru ujiannya sama. Wong pendidikannya tidak sama, kok ujiannya sama. Boleh saja UN asalkan bukan jadi penentu kelulusan, tetapi menjadi bahan evaluasi per daerah. Daerah yang sudah baik harus mensubsidi yang belum baik. Jangan yang sudah baik, terus sajadiberi bantuan

WORO WORO

SUKSESKAN
MUSYAWARAH KOMISARIAT
KESATUAN AKSI MAHASISWA MUSLIM INDONESIA (KAMMI)
KOMISARIAT UNIVERSITAS DJUANDA
CIAWI BOGOR

Bogor, 20 Mei 2008
"KAMMI UNIDA bersatu dalam kebersamaan"

Minggu, 27 April 2008

Koalisi Ormas Islam Malaysia Serukan Boikot Chelsea

Sekitar 21 organisasi Muslim di Malaysia membentuk koalisi menentang kunjungan tim sepakbola asal Inggris, Chelsea terutama pelatih dan seorang pemainnya yang asal Israel.

Mereka juga menyerukan Muslim Malaysia agar memboikot rencana kunjungan Chelsea yang rencananya akan menggelar pertandingan persahabatan dengan tim sepakbola Malaysia pada 29 Juli mendatang.

Pemerintah Malaysia sebelumnya menyatakan memberikan kelonggaran bagi pelatih dan seorang anggota tim Chelsea yang asal Israel. Meski selama ini, Malaysia termasuk ketat memberlakukan larangan bagi orang-orang Israel masuk ke negeri itu.

Juru bicara koalisi, Muhammad Azmi Abdul Hamid menyatakan, mereka akan menggelar aksi massa jika pemerintah Malaysia tidak melarang kehadiran pelatih Chelsea asal Israel, Avram Grant dan salah satu pemain Chelsea yang juga asal Israel, Tal Ben Haim.

"Rakyat Malaysia selayaknya memboikot mereka. Kita harus bersatu dengan rakyat Palestina dan berjuang untuk berdirinya negara bagi rakyat Palestina, " kata Muhammad Azmi.

Malaysia adalah salah satu negara yang tidak membuka hubungan diplomatik dengan negara Zionis Israel. Warga Israel yang ingin berkunjung ke Malaysia, harus mendapatkan izin khusus.

Lebih lanjut Muhammad Azmi mengatakan, "Alasan bagi larang masuk ke Malaysia adalah untuk mengucilkan Israel, negara yang berlumurand darah. Jika pesepakbola Israel diizinkan masuk, pemerintah akan dianggap tidak sensitif terhadap rakyat Palestina."

Menlu Malaysia Rais Yatim mengungkapkan alasan Malaysia mengizinkan masuk pelatih dan seorang pemain tim Chelsea asal Israel. Menurut Yatim, Chelsea adalah tim olahraga yang kebetulan memiliki dua anggota yang asal Israel. "Kami tidak melihat ini sebagai sesuatu yang salah, " kata Yatim. (ln/al-arby)

Selasa, 22 April 2008

Ikhwanul Muslimin: Kekuatan Islam di Mesir

Membahas peta kekuatan politik Islam di Mesir tidak bisa lepas dari membincangkan gerakan Persaudaraan Islam atau Ikhwanul Muslimin (IM) yang didirikan oleh Asy-Syahid Hasan Albana hampir tujuh dekade lalu. Bahkan banyak gerakan Islam dunia, di Asia, Australia, Eropa, maupun Amerika, terinspirasi dari gerakan al-Ikhwan ini.

Tidak aneh jika kekuatan politik Barat yang sekuler melihat IM sebagai salah satu ganjalan terberatnya dan lewat berbagai konspirasi di medan nyata maupun media, mereka banyak melontarkan fitnah keji bahwa IM berada di balik semua aksi teror hingga kini.

Kemunculan gerakan IM tidak bisa lepas dari perjalanan dakwah Islam di dunia Arab itu sendiri, bukan hanya di Mesir. Ada rentang yang teramat jauh hingga menunjuk sekitar abad ke 700 Masehi atau tepatnya tahun 661 M di mana saat itu Muawiyah bin Abi Sufyan menjadi khalifah pertama dalam apa yang sekarang kita kenal sebagai masa Dinasti Muawiyah.

Dunia Islam menyikapi naiknya Muawiyah sebagai khalifah dengan dua wajah yang saling bertentangan secara diametral: ada kelompok yang menolaknya dan ada pula yang menerima bulat-bulat.

Kelompok yang menolak kekhalifahan Muawiyah menganggap penguasa ini mendapat kekuasaan secara tidak sah. Walau demikian, kelompok yang anti ini juga terbagi dua yaitu mereka yang menolak dengan tegas dan telah menyusun perencanaan matang untuk meluruskan jalan kekhalifahan Islam, dan ada pula yang juga menolak namun mereka lebih memilih jalan aman yaitu melarikan diri kepada Islam ritual guna menghindari bentrokkan dengan penguasa. Yang terakhir ini antara lain diwakili oleh kalangan sufi atau tarekat-tarekat.

Kelompok kedua adalah mereka yang bisa menerima kekuasaan Muamiyah secara bulat. Kelompok yang beraliran politik ”Daripada-Mendingan” alias pragmatis ini beranggapan bahwa biapun Muawiyah jauh dari citra Islam politik yang sesungguhnya, tapi minimal Muawiyah bagaimana pun telah mempersatukan umat Islam di bawah sebuah negara yang berdaulat.

Kelompok yang terakhir ini juga melihat bahwa Muawiyah masih bisa dianggap sebagai cermin dari kekhalifahan Islam antara lain dia tidak melarang umat untuk meyakini rukun iman dan menjalankan rukun Islam yang lima. Hal ini melahirkan golongan umat Islam yang lebih khusyuk dengan hal-hal yang bersifat pribadi atau ubudiyah dan saat ini dikenal sebagai kelompok Islam tradisonal.

Kelompok pertama yang secara tegas ingin menjalankan syariat Islam secara kaffah, walau hal itu harus berhadapan dengan penguasa, secara terencana menyusun langkah demi langkah—marhalah dakwah—agar suatu saat nanti bisa membentuk sebuah pemerintahan yang lebih Islami. Cita-cita yang sedemikian jelas ini membuat banyak penguasa geram dan melakukan penumpasan terhadap tokoh-tokohnya.

Kelompok inilah yang menjadi cikal bakal gerakan Islam modern seperti halnya gerakan al-Ikhwan yang bermula di Mesir.

Kiprah Al-Ikhwan

Gerakan al-Ikhwan didirikan di kota kecil di pinggir terusan Suez bernama Ismailiyah, Mesir, oleh seorang guru yang menjalani kehidupannya dengan penuh kesederhanaan bernama Hasan al-Banna, bulan Maret 1928. Saat Albana mendirikan Ikhwan, sebenarnya dia baru lulus dari Darul Ulum, sebuah lembaga pendidikan guru di Kairo. Setelah lulus, Albana oleh pemerintah Mesir ditempatkan di Ismailiyah guna mengajar di sebuah sekolah lanjutan pertama.

Sebagai seorang ’kutu buku’ dan gemar mengamati perkembangan sejarah dan politik di Mesir dan juga Dunia Islam keseluruhan, Albana meyakini jika Islam-lah satu-satunya solusi bagi kemerdekaan sejati seorang manusia dan juga bangsa. Setiap hari Albana membincangkan hal ini, menularkan semangat keIslamannya kepada semua yang diajaknya bicara. Di kelas, Albana bukan sekadar seorang guru yang secara formal mengajarkan materi pelajaran secara kaku, namun dia dengan penuh kecintaan dan juga semangat berusaha dengan sekuat tenaga menanamkan kepada anak didiknya pemahanan yang lurus tentang Islam, yang berawal dari pemahaman yang benar tentang syahadatain.

Setelah mengajar, Albana sering berkunjung ke kedai-kedai kopi yang memang banyak bertebaran di Ismailiyah dan menjadi tempat berkumpulnya warga kota. Di tempat yang strategis ini, dirinya berdialog dengan siapa saja yang dijumpainya dan menyampaikan segala apa yang menjadi cita-citanya. Saat adzan bergema, Albana selalu berangkat ke masjid terdekat dan mendirikan solat bersama warga lainnya. Dakwahnya di kedai-kedai kopi ini sering dilakukan sampai malam hari sehingga lama-kelamaan banyak warga Ismailiyah yang mengenal Albana sebagai seorang yang pintar, berkepribadian hangat, murah senyum, dan shalih. Banyak warga kota yang menjadikan Albana sebagai tempat mencari nasehat atau solusi bagi permasalahan yang tengah dihadapinya.

Dakwah yang dilakukan Albana tidak hanya dilakukan di Ismailiyah, namun juga di kota-koa lainnya di seluruh negeri. Ini dilakukannya di saat liburan panjang di setiap musim panas. Albana selalu bepergian ke berbagai wilayah, kota maupun desa, dan menyampaikan dakwahnya. Walau telah dikenal sebagai seorang tokoh, namun kesederhanaan seorang Albana tidaklah luntur. Ketika bepergian ke luar daerah, Albana masih saja suka menumpang kendaraan umum.

Pernah satu ketika ada seorang ikhwah yang menjumpai Albana tengah naik kereta api kelas rakyat. Albana ditanya mengapa masih saja bepergian naik kereta rakyat. Dengan senyum yang begitu tulus, Albana menjawab bahwa dirinya naik kereta ini karena tidak ada lagi jenis kereta yang lebih sederhana dan murah. Jika saja ada kereta yang lebih murah, maka dirinya akan memilih menumpang kendaraan tersebut. Mendengar jawaban yang keluar dari hati yang penuh keikhlasan, sang ikhwah pun begitu terharu. Hal ini menjadikannya lebih bersemangat untuk tetap berjuang di jalan dakwah ini. Mungkin lain halnya jika sang Mursyid Aam ini menumpang sebuah mobil mewah atau kereta api kelas VIP.(eramuslim.com)